Wednesday, February 24, 2021

Obrolan Proses Penerjemahan Karya bahasa Inggris ke bahasa Indonesia bersama Wawan Eko Yulianto (Bagian II selesai)

: Wawancara ini diambil dari Grup Facebook Apresiasi Sastra (APSAS) Indonesia
 
Nanda Winar Sagita: Bung Wawan Eko Yulianto sudah menerjemahkan dua karya besar James Joyce. Saya ingin bertanya, karya mahabesar Joyce yg Ulysses gimana, Mas?
 
Wawan Eko Yulianto: Nah-nah-nah. Ini dia 5 million dollar question. Hahaha. Sudah sempat jalan nerjemah sama seorang kawan (dapatnya cukup banyak), tapi kemudian ada ini dan itu yang bikin keder sendiri. Terus diajak mas Sigit nerjemah lagi, dan ada sumber-sumber yang bisa dipakai buat memahami bagian-bagian yang asalnya dari bahasa lain atau yang merujuk ke teks-teks lain yang lebih tua. Akhirnya ya saya terjemahkan secara woles dan kalem. Kalau ada yang mau mendahului, silakan. Hahaha. Yang penting nantinya ada terjemahan Ulysses dlm bhs Indonesia.
 
Nanda Winar Sagita: Tunggu versi Mas nih. Kalo boleh tahu, kira2 proses terjemahannya sudah berapa % Mas?
 
Sigit Susanto: Nah ini menarik. Memang benar, dulu Cak Wawan pernah aku promosikan ke guru mengaji saya Fritz Senn, seorang Joycean yang juga pimpinan Yayasan James Joyce di Zurich, Pak Fritz tertarik sekali jika Ulysses akan dialihkan ke dalam bhs Indonesia. Waktu itu sempat hitung2an berapa kira2 biaya hidup Cak Wawan dlm sebulan di Malang, berapa lama lagi Ulysses bisa finish? Seingatku sudah sampai 8 bab ya, Cak? dari total 18 bab yang ada. Karena waktu itu masih ada copyright, (per 2012, menjadi public domain), maka Cak Wawan sempat dikasih Pak Fritz Senn emailnya cucu James Joyce yang masih hidup di sebuah pulau di Prancis dekat Inggris. Ia berhasil komunikasi (kayak apa isi pembicaraan cak ?). Sayang proyek ini tak berjalan lancar dan terhenti. Meski begitu, 4 terjemahan Joyce dlm bhs Indonesia: Dubliners dan Young Artist, termasuk terjemahan cerpen Ibunda oleh Mas Anton Kurnia dan puisi Joyce Bilik Musik dari penerbit Kakatua di Jogja (Gita Kharisma) sudah masuk dlm katalog perpustakaan Yayasan Joyce itu. ini fotonya
 
Ibu Ruth, seorang Joycean di yayasan Joyce.

Pak Fritz Senn senang menerima buku puisi Joyce bhs Indonesia, Chamber Musik menjadi Bilik Musik.

Sigit Susanto: Wawancaraku dengan penerjemah Ulysses dari Rumania. Luar biasa, Rumania negeri kecil akan punya 2 terjemahan Ulysses dari penerjemah berbeda. Kita masih belum punya. Cak Wawan Eko Yulianto perlu melaju lebih kencang lagi:

Wawan Eko Yulianto: Nanda Winar Sagita, mau jawab takut dosa, Mas, hahahaha...
 
Wawan Eko Yulianto: Kang Sigit, waktu itu sudah mau jalan, tapi ternyata hidup menuntut saya belok dikit ke Arkansas, dan jadi awang-awangen mau melanjutkan. Tapi kemudian sy kerjakan lagi.
Satu tulisan tentang penerjemahan dari belasan tahun yang lalu yang ternyata masih ada di Radio Buku: https://radiobuku.com/2009/10/mengapa-menerjemah-ulang/
***
 
Sigit Susanto: Cak Wawan Eko Yulianto, esai yang bagus di atas baru kubaca sekarang. 1) Kayaknya penerjemah Grass Pak Breon ini yang dikenalkan aku dulu ya? Karena aku ada sedikit kesulitan menerjemahkan The Trial dan dia sbg penerjemah The Trialnya Kafka, memberi input yang sedap. 2) Kisah Grass mengumpulkan para penerjemah dunia itu pernah ditayangkan di TV Jerman dan aku tonton suasananya, memang kayak kerja keroyokan, ada meja panjang dan semua penerjemah dari berbagai bahasa duduk melingkar, sementara Grass memberi penjelasan dan bahkan kadang sambil berjalan2 kecil ke sana kemari, nanti kucari mungkin ada di youtube. 3) aku ingin tanya, terjemahan sampean dari karya Joyce, Sheldon ke Tolstoy, itu bisa dijelaskan latarnya apa? Bisa jadi terjemahan karya Joyce saat sampean masih menjadi mahasiswa being a young Artist as a Student itu bisa dipahami, cuma setahuku karya Joyce tdk diajarkan secara khusus di jurusan sastra kampus kita? Why you mencolot ke Irandia sana and met Jim? Kalau Sheldon, setahuku by order, yang simbah Tolstoy aku belum tahu behind the motives. Terima Kasih.
 
Nurel Javissyarqi: Colek Mas Wawan Eko Yulianto, barangkali colekan Mas Sigit belum sampai.
 
Wawan Eko Yulianto: Waduh sori, kemarin losss. Bentar.
 
Wawan Eko Yulianto: Iya, Kang Sigit. Saya dulu pernah ngenalkan Breon ke sampean dan kayaknya dulu ngasih informasi tentang jendela di The Trial. Breon juga pernah nerjemah The Trial ke bahasa Inggris. Dia ceritakan waktu berkumpul dengan Grass itu dia bersama 9 penerjemah The Tin Drum lainnya dari berbagai bahasa. Pada dasarnya mereka berkumpul dan mendengarkan Grass membaca dan menceritakan berbagai aspek novel itu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari penerjemah tentang maksud-maksud detailnya.
Nah, untuk pertanyaan terakhir... Saya kebetulan ketemu A Portrait of the Artist mungkin pada semester 4 atau 5, karena judulnya menarik dan bukunya baru dari Everyman's Library waktu itu. Hahaha. Waktu mulai baca, ada banyak keanehan, tapi waktu masuk tambah senang. Akhirnya begitulah. Sambil skripsi novel itu saya terjemahkan dia. Kalau Tolstoy, sebenarnya itu juga by order, tp sy memang suka Sastra Rusia sebelumnya. Checkov termasuk penulis Rusia pertama yg saya baca waktu kuliah untuk kelas extensive reading (di kelas ini kita memilih sendiri cerpen2 dan novel yang mau kita baca). Cerpen-cerpennya yang jernih tapi murung itu langsung menyedot saya waktu itu. Makanya, waktu ditawari menerjemahkan Tolstoy, saya lansung iyakan dan menerjemahkan dua buku, Kazak dan Pertempuran plus Kreutzer Sonata.
 
Sigit Susanto: Terima kasih Cak Wawan Eko Yulianto.
***
 
Sigit Susanto: Sapardi pernah mengatakan, bahwa kerja terjemahan itu adalah sebuah penciptaan karya baru. Bagaimana pandangan Cak Wawan Eko Yulianto, dan apakah jurusan sampean di Arkansas khusus terjemahan atau bidang lain? Terima kasih.
 
Wawan Eko Yulianto: Menurut saya nggak gitu-gitu amat, Kang. Haha. Menurut saya Pak Sapardi ekstrim kalau sampai bilang begitu. Pada tataran tertentu mungkin itu betul, karena memang tidak semua hal yang ada di satu budaya itu ada padanannya di budaya lain (baik padanan kata maupun padanan eksistensinya). Makanya ada yang kemudian disebut "transkreasi" itu, yang kasarannya bisa disebut sebagai "terjemahan kreatif."
Konsep ini awalnya diperkenalkan penerjemah Mahabharata ke bahasa Inggris, P. Lal. Banyak hal yang tidak ada di Mahabharata yang harus dihadirkan secara kreatif dalam bahasa Inggris agar tetap asyik dan maknanya tertangkap. Belakangan, konsep ini lebih dekat dengan penerjemahan untuk iklan dan bahkan copywriting. Tapi, secara umum, transkreasi bisa kita pahami sebagai usaha menerjemahkan kata-kata atau kalimat dengan kesadaran yang tidak dibelenggu oleh batasan linguistik dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah terkait hal-hal yang tidak bisa diterjemahkan dengan mudah.
Tapi, Kang, kan tidak semua dalam penerjemahan sastra Inggris itu tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Kita penerjemah ya harus rendah hati lah memahami apa maunya teks tersebut, dan kemudian mewakilinya dalam bahasa Indonesia. Kita penerjemah ini bisa dibilang cuma perantara saja, seberat apa pun usaha yang telah kita lakukan.
Jadi ... kalau penerjemahan itu disebut sebagai menciptakan karya baru, menurut saya ya kurang tepat.
Di Arkansas saya kuliah Sastra Bandingan, Kang. Penerjemahan sastra hanya salah satu bidang minor yang saya ambil lebih banyak dari bidang-bidang lainnya. Kalau fokus saya sendiri sih ya Sastra Etnis Amerika, khususnya Sastra Amerika dari penulis-penulis yang punya latar belakang Muslim.
 
Tentang "transkreasi" ini sy ada video dr beberapa waktu yang lalu:
 

***
 
Wawan Eko Yulianto, lulusan sastra Inggris dari Universitas Negeri Malang, telah menulis sejumlah cerita pendek, resensi, menerjemahkan tiga novel James Joyce, dan sejumlah novel lain. Bekerja sebagai penulis lepas untuk beberapa penerbit: GPU, Jalasutra, Ufuk Press dan Banana Publisher. Aktif di Bengkel ImaJINASI dan OPUS 275 Email: Wawan.eko.yulianto@gmail.com Website: http://timbalaning.wordpress.com/ IG: @wawaney
 






Education:
Ph.D. in Comparative Literature and Cultural Studies, University of Arkansas, Fayetteville, AR (May 2018).
M.A. in Comparative Literature and Cultural Studies, University of Arkansas, Fayetteville AR (Aug 2011).
B.A. in English Language and Literature, Universitas Negeri Malang, East Java, Indonesia (Aug 2004).
                                                                                               
Related Professional Experiences:
Universitas Ma Chung, Malang (Lecturer) Sep 2016 – now
Transkomunika (Freelance translator, editor, and quality assurance) Sep 2016 - now
Spring International Language Center, University of Arkansas (Summer Programs Assistant) 2012 - 2016
University of Arkansas (Teaching Assistant) 2011 – 2016
Trans Bahasa Translation Agency (Translator and editor) 2010 – 2011
Brawijaya University (Website Content Aggregator and Translator) 2006 – 2008
English First, East Java, Indonesia (Instructor) 2004 – 2006
 
Publication and Creative Projects:
Translated Rahmad Ali’s short story “Sleepless” in A Graveside Ritual: Contemporary Indonesian Short Stories (Penerbit Remaja Rosdakarya, 2016).
Translated the subtitle of the documentary After the Tsunami (directed by Prof. Larry Foley) into Indonesian for Indonesian-speaking audience (University of Arkansas, Arkansas 2014).
Translated a selection of Joko Pinurbo’s poem in Alchemy, Journal of Translation 2012 (Graduate Students of University of California, San Diego 2012).
Translated Seno Gumira Ajidarma's short story “The Mandarin Fireflies” in Moon City Review 2010 (Missouri State University, 2010).
Published translation books from English into Indonesian (including James Joyce’s A Portrait of the Artist as a Young Man [2003] and Dubliners [2004], Leo Tolstoy’s The Kreutzer Sonata and The Cossacks, Sidney Sheldon’s The Other Side of Me, John Banville’s The Sea, Kobo Abe’s The Face of Another, etc.) for Gramedia Pustaka Utama, Ufuk Publisher, Penerbit Jalasutra and Banana Publisher (2003-2009).
 
List of Publication:
• Ekskavasi: Menggali Lirik, Menemukan Puisi, translation of songs and poetry with accompanying essay (Penerbit Pelangi Sastra, 2019).
• Yang Telah Tiada, a short story by James Joyce (Penerbit Circa, 2019).
• The Cossack, a novella by Leo Tolstoy (Jalasutra Publisher, Dec 2009).
• The Kreutzer Sonata, a translation of Leo Tolstoi's novella of the same title, Jalasutra Publisher (Nov 2009).
• Newspaper column in Batam Pos Daily (Oct – Dec 2008).
• The Face of Another, a translation of Kobo Abe’s novel The Face of Another, Jalasutra Publisher (Sep 2008).
• Misteri Kafan Kain Kafan Yesus, a translation on Julia Navarro’s novel The Brotherhood of the Holy Shroud, Ufuk Press (Dec 2007).
• Lipstick Jihad, a memoir by Azadeh Moaveni (Banana Publisher, Dec 2007).
• Cinta Tradisi, Cinta yang Kandas, a book review on a novel entitled Devdas by Saratchandra Chattopadhyay, in Seputar Indonesia, (Jul 29, 2007).
• The Other Side of Me, a memoir of Sidney Sheldon (Jul, 2007).
• Nagabonar Jadi Tua, a book review on a novel entitled Nagabonar Jadi 2 by Akmal Nasery Basral, in Riau Pos (Jun 17, 2007).
• Aib, Novel yang Pandai Menakar Seksualitas, a literary essay in Riau Pos (Jun 10, 2007).
• Kita pun Akan Rela Dibohongi (We Will be Pleasurably Deceived), a review on Umberto Eco’s novel Baudolino, in Kidung Cultural Magazine (Apr, 2007).
• Anastasia yang Sangat Anak-anak (Anastasia, A Truly Childish World of Children), a review on Anastasia Krupnik: Misteri Rumah Baru (a novel), in Malang Post (Dec 10, 2006).
• Jemari yang Lepas Kendali (Fingers beyond Control), a review on Abdul Mukhid’s Poem Anthology Tulislah Namaku dengan Abu, in Surya (Dec 10, 2006)
• Luka Pak Pram (Mr. Pram’s Scars), a short story, in Suara Pembaruan (Oct 29, 2006)
• Aku Cinta Sekolah (I Love Going to School), a short story, Malang Post (Sep 2, 2006)
• Dia yang Sulit Merebut Hati Remaja (Literature, A Great Thing that Fails to Charm Teenagers), an essay, in Surya (Aug 27, 2006);
• Dengar Aku, Pagi, Padepokan Lari Pagi, Aku Merugi, Apa tak Setampak pun Kami Meninggalkan Jejak, poems, Surya (Aug 13, 2006);
• Gurrun Ingin Menulis Cerpen (Gurrun Wants to Write a Short Story), a short story, Malang Post (Mar 12, 2006);
• Si Pemeluk Pohon (The Tree Hugger), a short story, Malang Post (Feb 5, 2006);
• The Will to Freedom as the Dominant Motive in the Symbolism of James Joyce’s novel A Portrait of the Artist as a Young Man, an unpublished thesis, State University of Malang (Aug, 2004).
• Dubliners, a translation of James Joyce’s short story collection Dubliners, Jalasutra Publisher (Feb 2004).
• A Portrait of the Artist as a Young Man, a translation of James Joyce’s novel of the same title, Jalasutra Publisher (Oct 2003).
 
References:
• Arif Subiyanto. Translator and professor. State University of Malang, Gedung E6, Jl. Surabaya 6, Malang, 65145. Email: arif@language.proz.com.
• Sugeng Hariyanto. Translator and professor. Transbahasa Translation Center. Email: sghariyanto@yahoo.com.
***

Link sebelumnya: http://sastra-indonesia.com/2021/02/obrolan-proses-penerjemahan-karya-bahasa-inggris-ke-bahasa-indonesia-bersama-wawan-eko-yulianto-bagian-i/

No comments:

Post a Comment